KENDALA IPTV DI INDONESIA
Dari sisi bisnis, IPTV memiliki prospek yang cukup menjanjikan mengingat jumlah pengguna broadband makin meningkat. Jumlah pelanggan IPTV sampai akhir 2007 tercatat sudah mencapai 13,4 juta di seluruh dunia. Pada 2010, menurut lembaga riset Amerika Gartner, diperkirakan lebih dari 48 juta rumah tangga di seluruh dunia akan ikut menggunakan IPTV. IPTV mendistribusikan layanan televisi sama seperti halnya teresterial, satelit atau televisi kabel alternatif. Bedanya, pada IPTV, konten dapat disesuaikan dan interaktif dengan kemampuan high-definition TV.
Internet protocol television atau IPTV saat ini sudah banyak diaplikasikan di luar negeri. Namun, untuk dipasarkan di Indonesia masih terganjal proses regulasi dan kesiapan infrastruktur.
Sampai saat ini pemerintah Indonesia belum secara jelas menetapkan regulasi IPTV. Sebab, IPTV bisa masuk ke dalam tiga kategori, yakni :
1) Dari sisi kemampuan, IPTV masuk dalam kategori industri telekomunikasi,
2) Dari konten masuk dalam kategori penyiaran,
3) Dari sisi teknologi masuk dalam kategori internet.
Regulasi IPTV masih belum jelas, pemerintah belum memutuskan akan memasukkan industri ini ke kategori yang mana. Ketidakjelasan regulasi inilah, yang menyebabkan operator-operator telekomunikasi masih enggan menerapkan IPTV di Indonesia karena untuk mengembangkannya diperlukan biaya infrastruktur yang besar pula. Dengan adanya regulasi yang jelas, para pelaku atau operator penyelenggara mempunyai pijakan yang tepat dalam berbisnis.
Selain regulasi, kesiapan infrastruktur juga menjadi salah satu kendala penerapan IPTV di Indonesia. Pasalnya, IPTV memanfaatkan jaingan broadband via internet protocol (IP) dan membutuhkan bandwidth yang besar dengan kualitas gambar mulus dan tidak patah-patah. Infrastruktur yang direkomendasikan oleh Ericsson untuk menggelar IPTV bahwasannya setiap pelanggan harus mendapat akses internet (memerlukan wire atau sambungan) internet dengan kecepatan minimal sebesar 12 Mbps per channel..
Pengguna IPTV sendiri harus ditunjang oleh sebuah alat yang dinamakan set top box (STB) yang fungsinya sebagai interface antara pelanggan dan sistem. User bisa menggunakan remote untuk mengontrol sistem yang ada di STB yang menyerupai dekoder. Pada set top box-nya sendiri terdapat satu Java Virtual Machine, recorder, internet browser, chatting, serta harddisk.
Kalaupun ada yang menyebutkan bahwa IPTV telah ada pada beberapa hotel di Jakarta maupun di Bandara Soekarno-Hatta, layanan IPTV yang didefinisikan oleh perusahaan Ericsson sama sekali berbeda. Mereka menamakan apa yang telah ada di bandara Soekartno Hatta maupun di beberapa hotel di Jakarta dengan multimedia booth. Hal itulah yang sebenarnya terpasang di Bandara Soekarno-Hatta. Karena IPTV yang ada di Bandara Soekarno-Hatta semata-mata hanya mengirimkan gambar melalui IP (Internet Protocol) dan tidak seperti definisi IPTV Ericsson.
IPTV juga berbeda dengan web TV. Untuk IPTV membutuhkan bandwidth yang besar dengan kualitas gambar mulus dan tidak patah-patah. Sedangkan web TV hanya membutuhkan bandwidth kecil sekitar 128 Kbps dan kualitas gambar lebih rendah.
IPTV minimal dilengkapi dengan STB yang dilengkapi internet protocol multimedia system (IMS) yang mengombinasikan antara mobile internet dan konten broadcast. Untuk infrastruktur yang direkomendasikan oleh Ericsson, setiap pelanggan harus mendapat akses internet dengan kecepatan minimal 12 Mbps.
Di luar negeri tarif pengguna IPTV tidak jauh berbeda dengan TV kabel, karena nantinya IPTV juga diharapkan akan bersaing dengan TV kabel. IPTV tidak hanya dapat mengatur kanal yang boleh dilihat atau tidak namun juga dapat memberikan alert (peringatan) kepada pengguna mengenai jadwal televisi melalui ponsel. Pengguna juga dapat mengatur perekaman acara yang diinginkan lebih bebas. Untuk pembayarannya bisa berupa billing, pascabayar atau bisa juga prepaid atau prabayar.
Di dunia sampai saat ini sudah ada sekitar 4 juta pemakai IPTV di Amerika, Eropa, dan sebagian Asia. Untuk saat ini, sebenarnya belum ada standardisasi set top box karena sampai sekarang STB masih disesuaikan dengan sistem yang ada di negara yang menyelenggarakan IPTV.
Karena itu diselenggarakan IPTV forum di mana Ericsson selaku pemrakarsanya. Ke depan semoga ada standardisasi STB sehingga menjadi kompatibel dengan semua sistem. Pembautan STB juga memungkinkan dengan menjalin kerja sama dengan vendor lokal.
Internet protocol television atau IPTV saat ini sudah banyak diaplikasikan di luar negeri. Namun, untuk dipasarkan di Indonesia masih terganjal proses regulasi dan kesiapan infrastruktur.
Sampai saat ini pemerintah Indonesia belum secara jelas menetapkan regulasi IPTV. Sebab, IPTV bisa masuk ke dalam tiga kategori, yakni :
1) Dari sisi kemampuan, IPTV masuk dalam kategori industri telekomunikasi,
2) Dari konten masuk dalam kategori penyiaran,
3) Dari sisi teknologi masuk dalam kategori internet.
Regulasi IPTV masih belum jelas, pemerintah belum memutuskan akan memasukkan industri ini ke kategori yang mana. Ketidakjelasan regulasi inilah, yang menyebabkan operator-operator telekomunikasi masih enggan menerapkan IPTV di Indonesia karena untuk mengembangkannya diperlukan biaya infrastruktur yang besar pula. Dengan adanya regulasi yang jelas, para pelaku atau operator penyelenggara mempunyai pijakan yang tepat dalam berbisnis.
Selain regulasi, kesiapan infrastruktur juga menjadi salah satu kendala penerapan IPTV di Indonesia. Pasalnya, IPTV memanfaatkan jaingan broadband via internet protocol (IP) dan membutuhkan bandwidth yang besar dengan kualitas gambar mulus dan tidak patah-patah. Infrastruktur yang direkomendasikan oleh Ericsson untuk menggelar IPTV bahwasannya setiap pelanggan harus mendapat akses internet (memerlukan wire atau sambungan) internet dengan kecepatan minimal sebesar 12 Mbps per channel..
Pengguna IPTV sendiri harus ditunjang oleh sebuah alat yang dinamakan set top box (STB) yang fungsinya sebagai interface antara pelanggan dan sistem. User bisa menggunakan remote untuk mengontrol sistem yang ada di STB yang menyerupai dekoder. Pada set top box-nya sendiri terdapat satu Java Virtual Machine, recorder, internet browser, chatting, serta harddisk.
Kalaupun ada yang menyebutkan bahwa IPTV telah ada pada beberapa hotel di Jakarta maupun di Bandara Soekarno-Hatta, layanan IPTV yang didefinisikan oleh perusahaan Ericsson sama sekali berbeda. Mereka menamakan apa yang telah ada di bandara Soekartno Hatta maupun di beberapa hotel di Jakarta dengan multimedia booth. Hal itulah yang sebenarnya terpasang di Bandara Soekarno-Hatta. Karena IPTV yang ada di Bandara Soekarno-Hatta semata-mata hanya mengirimkan gambar melalui IP (Internet Protocol) dan tidak seperti definisi IPTV Ericsson.
IPTV juga berbeda dengan web TV. Untuk IPTV membutuhkan bandwidth yang besar dengan kualitas gambar mulus dan tidak patah-patah. Sedangkan web TV hanya membutuhkan bandwidth kecil sekitar 128 Kbps dan kualitas gambar lebih rendah.
IPTV minimal dilengkapi dengan STB yang dilengkapi internet protocol multimedia system (IMS) yang mengombinasikan antara mobile internet dan konten broadcast. Untuk infrastruktur yang direkomendasikan oleh Ericsson, setiap pelanggan harus mendapat akses internet dengan kecepatan minimal 12 Mbps.
Di luar negeri tarif pengguna IPTV tidak jauh berbeda dengan TV kabel, karena nantinya IPTV juga diharapkan akan bersaing dengan TV kabel. IPTV tidak hanya dapat mengatur kanal yang boleh dilihat atau tidak namun juga dapat memberikan alert (peringatan) kepada pengguna mengenai jadwal televisi melalui ponsel. Pengguna juga dapat mengatur perekaman acara yang diinginkan lebih bebas. Untuk pembayarannya bisa berupa billing, pascabayar atau bisa juga prepaid atau prabayar.
Di dunia sampai saat ini sudah ada sekitar 4 juta pemakai IPTV di Amerika, Eropa, dan sebagian Asia. Untuk saat ini, sebenarnya belum ada standardisasi set top box karena sampai sekarang STB masih disesuaikan dengan sistem yang ada di negara yang menyelenggarakan IPTV.
Karena itu diselenggarakan IPTV forum di mana Ericsson selaku pemrakarsanya. Ke depan semoga ada standardisasi STB sehingga menjadi kompatibel dengan semua sistem. Pembautan STB juga memungkinkan dengan menjalin kerja sama dengan vendor lokal.
0 komentar:
Posting Komentar